Rabu, 08 Juli 2009

Gereja Umat Allah

Pembelajaran 1

Gereja sebagai Umat Allah


Kompetensi Dasar :

1. Mengkaji arti dan makna Gereja yang sebenarnya

2. Mengkaji sejarah paham Gereja sebagai Umat Allah

3. Mengkaji dasar-dasar dianutnya paham Gereja sebagai umat Allah

4. Mengkaji konsekuensi paham Gereja umat Allah bagi umat dan hirarki

1. Istilah “Gereja”

Berdasarkan pengalaman dan pembicaraan sehari-hari kita mendapati ada dua gambaran dan pemahaman mengenai Gereja, yaitu gereja sebagai tempat untuk beribadah (berupa gedung/bangunan) dan Gereja sebagai suatu persekutuan umat (kumpulan umat beriman).

Meskipun terdapat dua pengertian mengenai Gereja, dalam banyak pembi-caraan dan tulisan sebenarnya arti Gereja yang kedualah yang lebih sering dimaksudkan. Mengapa demikian?

Tentu ada alasannya mengapa istilah Gereja lebih sering dimaksudkan sebagai persekutuan umat daripada sebagai tempat. Kata Gereja dalam bahasa Indonesia merupakan terjemahan kata igreja dalam bahasa Portugis. Kata igreja dalam bahasa Portugis pun merupakan terjemahan kata ecclesia dalam bahasa Latin. Dan kata ecclesia itu sendiri juga merupakan terjemahan kata Yunani ekklesia. Dalam bahasa Yunani kata ekklesia bisa berarti rapat, siding, perkumpulan atau berkumpul. Dengan kata lain, kata ekklesia sebagai asal mula kata Gereja berhubungan dengan orang-orang yang berkumpul. Tetapi dalam konteks agama Kristen, orang-orang yang berkumpul itu memiliki kekhasan karena mereka dipersatukan oleh iman yang sama, yaitu iman kepada Yesus Kristus. Itulah sebabnya mengapa kata Gereja lebih sering dipahami sebagai persekutuan umat daripada sebagai tempat, meskipun dalam perkembangan selanjutnya gereja juga diartikan sebagai tempat bersekutunya orang-orang yang beriman kepada Yesus Kristus itu.

2. Paham “Umat Allah”

Di mana kita bisa menemukan istilah ‘Umat Allah’? Istilah umat Allah sebenarnya merupakan istilah yang sudah sangat tua. Istilah itu sudah terdapat dalam Kitab Suci Perjanjian Lama (KSPL), misalnya dalam Kel. 6: 6; 33: 13; Yeh. 36: 28; Ul. 7: 6, 26: 15.

Istilah umat Allah itu kemudian diperkenalkan sebagai paham yang baru dalam Gereja, menggantikan paham yang sudah lebih dulu dianut Gereja. Paham baru Gereja sebagai Umat Allah itu mulai diperkenalkan sejak Konsili Vatikan II (1962-1965). Maka, paham itu sebenarnya merupakan paham yang masih baru.

Paham Gereja sebagai umat Allah dianggap sebagai paham yang cocok atau relevan dengan tuntutan dan perkembangan zaman. Paham ini dinilai memiliki nilai historis dengan umat Allah Perjanjian Lama karena Gereja menganggap diri sebagai Israel Baru, kelanjutan dari Israel yang lama. Maka ciri-ciri Umat Allah Perjanjian Lama tersebut juga ada dalam Gereja sebagai Umat Allah yang baru, yaitu:

Umat Allah Perjanjian Lama (Israel)

Umat Allah Perjanjian Baru (Gereja)

1. Dipilih/dipanggil oleh Allah

sendiri

2. Dipanggil untuk misi tertentu

3. Mengikat perjanjian yang dime­

te­rai­kan dengan darah

4. Berada dalam perjalanan

menuju ta­nah terjanji

1. Dipilih/dipanggil oleh Allah

sendiri

2. Dipanggil untuk misi tertentu

3. Mengikat perjanjian yang dime­te­

rai­kan dengan darah

4. Berada dalam perjalanan menuju

ta­nah terjanji

3. Dasar dan Konsekuensi

Kalau Konsili Vatikan II mengubah pandangannya mengenai paham Gereja lama dan memperkenalkan suatu paham yang baru mengenai Gereja hal itu tentu memiliki dasar dan alasan yang kuat. Berikut ini adalah beberapa hal yang mendasari digunakannya paham baru Gereja sebagai Umat Allah, yaitu:

a. Hakikat Gereja sendiri adalah persaudaraan cinta kasih, sebagaimana jelas tampak dalam praktek hidup Gereja Perdana (bdk. Kis. 2: 41-47; 4: 32-37)

b. Adanya aneka macam kharisma dan karunia yang tumbuh di kalangan umat yang semestinya dipelihara dan dikembangkan untuk pelayanan dlam jemaat (bdk. 1Kor. 12: 7-10)

c. Seluruh anggota Gereja memiliki martabat yang sama sebagai satu anggota umat Allah meskipun di antara mereka terdapat fungsi yang berbeda-beda (bdk. 1Kor. 12: 12-18)

Sudah barang tentu, suatu paham yang dihayati Gereja pada suatu masa pastilah membawa serta konsekuensi dalam hidup menggereja, baik dalam kehidupan umat (awam), hirarki, maupun dalam hubungan timbale balik umat-hirarki. Apa saja konsekuensi paham Gereja Umat Allah itu?

a. Konsekuensi untuk umat (awam)

1) Umat mesti menyadari kesatuannya dengan umat yang lain (menghayati iman dalam kebersamaan)

2) Umat mesti aktif ambil bagian dalam kegiatan-kegiatan hidup menggereja di lingkungan/wilayahnya dengan segala kharisma dan karunia yang dimilikinya.

b. Konsekuensi untuk hirarki

1) Hirarki mesti menyadari bahwa tugas kepemimpinan yang diembannya adalah tugas pelayanan. Mereka berada di tengah-tengah umat sebagai pelayan.

2) Hirarki semestinya memberi ruang dan tempat bagi umat untuk berperan aktif dalam ikut membangun Gereja dengan kharisma dan karunia yang mereka miliki.

c. Konsekuensi dalam hubungan Hirarki - Umat

1) Hirarki semestinya memandang umat sebagai partner kerja dalam membangun Gereja, bukan sebagai pelengkap penderita yang seolah-olah tidak berperan apa-apa.

2) Hirarki semestinya memperlakukan seluruh anggota Gereja sebagai satu umat Allah yang memiliki martabat yang sama meskipun menjalankan fungsi yang berbeda-beda.

1 komentar:

  1. Lucky Club Casino Site: Casino & Online Gambling
    Lucky Club Casino offers a full range of online casino games and mobile games, including slots, blackjack, live dealer, roulette, ‎Bonus and Promotions · ‎Bonus · ‎Game Selection · ‎Promotions · ‎Deposit Bonuses luckyclub.live

    BalasHapus